Selasa, 03 November 2009

PUISI-PUISI DIAH HADANING 2006-2008




KESAKSIAN LINGGARJATI
musim telah menjadi windu
windu telah menjadi abad
sirnakan pedang berkarat
dari perjanjian penuh tipu muslihat
hidup adalah kesadaran membela kebenaran
hidup adalah kesetiaan menjaga jatidiri
zikirkanlah sepanjang sejarah
kata-kata yang bertuah
hidup harus ‘dipagari’
bangkitlah karena harus bangkit
bangkit dari jatuh yang sakit
jangan ulang bangsa tertipu lagi
linggarjati jadi saksi
janji wong asing sebatas wacana
sembunyikan hasrat khianat
linggarjati sejuta arti
jangan lupa sumpah merdeka atau mati
jangan ternoda makna hakiki
bangkit bukan sekadar bangun
bangkit bukan sekadar melangkah
bangkit adalah sadar sepenuhnya
bangkit adalah waspada segalanya
jika lupa sekata makna
akan linggarlah sang jati diri
akan hilanglah sesungguh-sungguh eksistensi
linggarjati sanepa bangsa pernah didustai
jadikan linggarjati kini penyadaran
untuk meraih pencerahan, seabad kebangkitan bangsa
Mei, 2008


MENEMUKAN JEJAKMU
menemukan jejak bunga kota kelahiran
seakan merasakan hangat nafasnya
mengisap tanjung, soka putih dan melati
seakan menampak kelebat wiru
dalam hiruk pikuk pembaruan
suaramu mengelus jiwa kepompong
para perempuan tak perkasa namun sombong

menemukan jejak purnama di langit purnama
dalam lintas awan di bayang malam
April menyimpan gigil
ritualan telah memanggil
sang resi,sang wiku,sang pertapa
andika yang berdiri di gapura
terimalah tembang jiwa
yuk warih memercik daya
menepis sungkawa

sudah sun dengar semuanya
gurit langit tembang dendang doa mantera
tabir kabur jadi terang
teduh damai
segala rimba
gunung dan padang

Jepara, April 2008


CATATAN SATU: RUWAT ARI-ARI KARTINI
diantara lintas cahaya
mekar bunga-bunga misteri-Nya

syukurku atas segala keindahan
yang kau siramkan ke haribaan bumi
yang menumbuhkan bibit sari kehidupan
yang membuat semi segala tunas
yang membuat mekar segala bunga

di jagad nyata
di jagad maya
Mayong-jepara,April 2008

CATATAN DUA: RUWAT ARI-ARI KARTINI
kurasakan
makna kehadiranmu, ibu
kugenggam mutiara dan melatimu
dalam setiap gerak langkah
ikuti jejak tapak yang kau petakan
dalam jiwa mekar sekuntum bunga misteri
mekar di antara lintas cahaya
mekar di antara kelopak suci atas ari-ari
ku hantar dengan zikir doa dalam ruwatan

jadilah tembang dan gurit
sembuhkan segala rasa sakit
Mayong-Jepara, April 2008
33
Balada Sebuah Nusa I

lagukan SORATA agar lusa tak lagi duka
sorata-sorata-ooooo-sorata
di bening danau Sentani
di lereng pegunungan Kumafa
di bayangnya teluk Wao dan Bira
tepian duka Papua duka Nusantara
rawat kasih Papua kasih Nusantara
tegakkan prasasti suci: satu malam kurun jaman
sinar timur bersinarlah
cahya jiwa bercahyalah
menembus ruang dan waktu
memekarkan doa-doa
mewangikan musim di pulau-pulau
sepanjang urat nadi nusantara
ujung barat sampai Papua
satu jiwa satu rasa satu karsa
semilyar serat cahaya, ya ondoafi
getar semesta sirna duka tahun silam
hasrat sungsang akan hilang
usung smangat hari datang

Jakarta, Desember 2007


BALADA SEBUAH NUSA
o, tak lidah mampu ucap kata
tak kata mampu ucap rasa
tak rasa mampu urai misteri
saat ondoafi basuh Papua dengan air danau sentani
pesannya dibawa gelombang angin teluk dan tanjung
jika melangkah salah arah
jika menembang salah nada
jika berdoa salah kata
jangan salahkan mata air jadi air mata
jangan salahkan tanah air jadi air tanah
tumpah kemana-mana jadi bencana
orang-orang berdiri sepanjang pantai
menyanyikan SORATA sepanjang malam
agar lusa tak lagi ada duka
matahari terangi tanah Yamdena
matahari terangi tanah Yamdena
matahari beningkan danau Jamoer dan Sentani
beningkan semua danau Nusantara
bunga-bunga mekar dari segala gunung
simpan harapan orang-orang sederhana
simpan bias cahaya hati semua saudara
datang, datanglah, cahaya di hati
bawalah imanku kembali, datang, ho!

Jakarta, Desember 2007


PERTANDA I
seorang lelaki membiuskan cerita lama
kepada perempuannya yang sederhana
dan didustai sekian lama
atas nama fatamorgana
seorang lelaki picingkan mata meniti wajah
yang di masa silam diraih siang malam
tapi musim cepat berubah
diam-diam surat suci berlumur nanah
sementara di kota-kota
derita anak manusia semakin parah
jadilah perempuan yang baik
bisik lelaki menggiring
masa silam aksaranya: jadilah segala bagiku

lelaki mencoba senyum sembunyikan dosa:
(perempuan telah tahu namun membiarkannya
kali ini diam ternyata emas)
para perempuan akhirnya diam kaku
kaki mereka berubah jadi pohon
wajah berubah jadi cahya ajaib
terkurung dalam lampion-lampion merah
tragedi tanah tumpah darah


PERTANDA II
kelelawar tak sabar di ambang fajar
ciptakan tanda atau hanya fatamorgana
fajar dini hanya bias purnama di kali
obat gaib bagi jiwa lukisan aib
jarum jam karat cipta dengus sekarat
sekadar tanda?
tanya orang muda mengaku lahir dari batu
kusumpah pengukir jiwa yang jahanam kan terkutuk
karena membuat bunda remuk
kusumpah alam murka kan gulung para pendosa
tragedi buah anggur
tanpa belati pun hancur

Teratak Gondosuli, September 07

DI TIKUNGAN MUSIM
para perempuan menangisi cakrawala
air mata membanji jadi rawa-rawa
hujan salah musim jadi elegi
tanpa tanda tanpa kata
bukit longsor
laut pasang
gempa melanda
kota luka
para demang bersaluang
yang tersisih mengerang-erang
para dajal hunus pedang

paea perempuan ratapi danau suci
yang raib bersama riuh suara perawan
ramai mabok suka serahkan mahkota purba
melangkah pejam lupa pintu lupa jendela
dajal bersalam menyamar lelaki anak zaman
bersarang dalam diri memimpin alpa
yang lupa di rumah ada perempuan setia
o, kota tua, negeri tua, zaman tua
sesiapa tertatih mencari mahkota
kebenaran sisa peradaban
saat bumi retak laut gelegak

Teratak Gondosuli, September 2007


MEMBACA PERUBAHAN MUSIM
yang tak terbaca di awal mula
ketika perjalanan itu pertaruhan jiwa
disirnya gigir musim
lalu mulai bermukim
di teratak tua simpan mimpi purba
hari lusa dipercayakan
pada Sang Perawat Kehidupan
pada yang menjaga raga
pada matahari fajar
pada ruh pemancar

musim berubah
ada yang melimbah
sampai matahari jadi cawan hitam
mimpi elok jadi biji asam
hadirkan prahara jagat diri
angina perubahan musim
mendesing nerobos jeruji hati perempuan
kidungkan kehidupan sebelum hilang rembulan
di ujung pasrah di ujung langkah
mekar bunga misteri-NYA
Bogor, Agustus 07


PESAN GAIB BAGI PEREMPUAN TERLUKA
pesan-pesan gaib tersembunyi
dalam serat hujan, lelakiku
diam diam membuka maknanya sendiri
satu satu menyapa dengan bahasa gigil
perempuan terluka toreh pisau jiwa
tak henti kirim doa di setiap pusara
apakah makna geletar nadi
setiap hentak langkah ingat sumpah bagi
saat pergantian musim lepas kemarau
reranting bersaksi di sisa warna hijau

para penghuni alam halus
berbisik tulus
serat hujan dalam hati
diam-diam mereka hapus
dengan asap ratus
“bangunlah nini doa belum ditata
tenanglah nini tembang belum dilaras
heninglah nini kembang belum dironce
percayalah malam nanti purnama sempurna
saaat kaubaca syairan jawa
jangan lupa zikir kuna hanacaraka”

lereng Merapi, purnama 2007




DI ANTARA MATAHARI, OMBAK, ANGIN ADALAH DIRI
diantara derap langkah anak bangsa
diantara gelar mosaik cita-cita
diantara pendar cahaya mercusuar
pulau-pulau dalam lingkar nusantara
kami tiupkan mimpi-mimpi bocah
kami lekatkan harapan-harapan tak terbilang

tak ada kata henti dalam kamus hati
tak ada kata lelah dalam kamus langkah
kami ikut menuju satu arah
masa depan tanah air jaya raya
merdeka dalam jiwa
melagukan hymne dan mars kehidupan
menjadi bagian dari sejarah
menjadi satu dalam denyut jantung pertiwi

matahari di langit tinggi
ombak-ombak di batas cakrawala
desing angina di musim pancaroba
adalah kami yang tak henti bersaksi
atas nama kesetiaan
walau dalam keterbatasan
yang tak melihat tapi MELIHAT
yang tak mendengar tapi MENDENGAR
yang tak melangkah tapi MELANGKAH
dengar, dengarlah suara kami nada tabah
menyusuri padang terbuka, bukit dan lembah
menjadi doa dan lagu mengukir hayat
datang, datanglah cahaya di hati
bawa, bawalah imanku kembali
datang, datanglah kuseru namamu: bapa….
Jakarta, 2007


QUANTUM LEAP I
malam malam di plaza
kata-kata jadi daun pohon hayat

hujan mengirim sentuhan
mimpi orang-orang pinggiran

perempuan di mimbar jiwa menggelepar
menuntut janji dan sumpah ikrar

malam larut mimpi hanyut
sisa harapan hendak disulut
Jakarta, 2002-2007


QUANTUM LEAP II
misteri itu bisa berupa bunga
yang mampu mencairkan abad-abad
menjadi sungai tenang
mengalir nuju keabadian
kita mengapung di atasnya
sambil nembang smaradahana

misteri itu bisa berupa kata
yang mampu mendarahkan jiwa
manakala sebuah prasasti dipatahkan
Jakarta, 2002-2007


QUANTUM LEAP TIGA
langit temaram sehabis hujan
malam berangin tak embun di beranda
purnama buram di tanah barat

para urban terus mengalir
tak tahu sehari lagi
negeri penuh api

pohon-pohon mati
hangus lading-ladang melati
para lelaki ingkar janji
Bogor, 2002-2007


PETI UKIR JEPARA
peti ukir kayu jati
gambar gajah dan elung bumi
diukir tangan lelaki bernama bapa
kubuka hanya setiap syura

pundit-pundi tak pernah kami miliki
orang-orang run-temurun Ki Suto Kluthuk
miliknya hanya ukiran hati
begitu masih ada yang tega mengkhianati
orang bilang ujian bagai kalung merjan
mengingkari leher jenjang kehidupan

peti ukir kayu jati tua
hadirkan fatwqa maya orang utara
setiap syura bertambah beratnya
oleh setetes air mata

Teratak Gondosuli, Syura 2007



PESAN GAIB JELANG PURNAMA SURAYA
usai mengeja lirik lampu spanjang malam
kudapati pagi hari tak tanah basah
roh air telah meresap dalam sejarah
saat langkahmu gegas pergi bapa
ilusi?
mengapung bayangku di udara
saat angin mati
berputar-putar mencari Malioboro
pojok beteng barat dan timur
sampai Kaliurang kilometer 19
tak kujumpa seorang penari pun
untuk kusalami
baru kuingat
penari-penari itu
telah masuk ke dalam rumah jiwamu
gelar tarian musim dan geliat abad

Tratak Gondosuli, Januari 2007


PESAN GAIB BULAN RAYA
suaranya mengusap malam:
perempuan pemilik seribu musim
di jejak kakimu kusimak berita waktu
masa depan lama sudah kutitipkan
yang bagimu sebagian masih angan-angan
kucoba menerka seribu kemungkinan
tiap angina siang bertiup lalu diam
sembunyi dalam dukamu panjang
karena banyak kehilangan
jangan hapus getar dering kereta kuda
dari kota ini segala bermula
doa dan mantera
kusimpan berjuta salam perempuan sederhana
yang setia usung beban kehidupan
menuju pasar-pasar kota
menjaring-jaring berkah Gusti
hari itu telah mengendap dalam sekali
di dasar kaldera purba
aantara cinta, mimpi dan perjuangan
perempuanku, penjaga taman pemilik malam
tak alas kaki berjalanlah arah selatan
sapa langit sesudah hujan
sudah kau sentuh hulu keris bertatah intan

Batas Kota, Januari 2007



KESAKSIAN DARI SYURA KE SYURA
bapa, kesaksian kusimpan dalam nadi
masih kusimpan jua misteri gaib pesanmu
sementara kusimak bayangmu
walau kabut maya
windu-windu nulis obituary
karena hari-hari ada catatan darah
darah sesiapa bercak di matahari
aku ingin mengusapnya
agar cahayanya cipta kembali
bayang memanjang akan sosokmu

kendi-kendi yang belum penuh tgerisi
aku ingin penuhi
ditambah sari bebunga
agar kau tak pernah dahaga
kala jelajah padang gaib
ruang dan waktu
Bogor, Januari 2007


PESAN YANG DITINGGALKAN II
jelang purna Syura dengar pesanmu:
usah bertikai dengan dengan malam
karena malam sahabat abadi
para pejalan sunyi tak pernah henti
mencari makna gelar buana

simak bintang sunyi
masih kedipkan percik keindahan
pada orang-orang sederhana
berpencaran di tanah lama
tanah warisan bukan perdikan

jelang purnama Syura ada pesanmu:
usah bertikai dengan hujan
tampunglah sebelum kehilangan

Teratak Gondosuli, Januari 2007


PESAN YANG DITINGGALKAN II
pesan gaib tepat purnama Syura
jimat simpan riwayat
sejarah panjang kota kenangan:

tangkap semua sisi yang menyapa
gelap dan terang masing-masing simpan daya
petik pula bunga rumputan
dan ilalang gaib dalam roh alip
yang sederhana rupa kaya makna bagi jiwa
ini kutitipkan kidung kota kelahiran
syairnya kuanyam dari
serat mega di awsng-awang
dendangkan pelan jika kelak tak lagi
kau temukan bayangku di tembok kota Yogya
atau di jalan panjang Gondomanan
bahkan di hamper alun-alun utara-selatan

Teratak Gondosuli, Syura 2007


PEREMPUAN DAN MATAHARI
namanya perempuan
lengkap sempurna dengan tanda-tanda alam
perempuan airmata batu akik
keluh kesiur angina sepanjang gisik
menembang dari musim ke musim
namanya perempuan
pandang nerawang ngantar mentari senja
saat langit merah jingga
berjanji tak pernah henti
menimang matahari
sampai hutan ranggas hijau kembali
sampai orang agung tuntaskan doa Semanggi
lalu matahari merah simpan kidungnya
dalam lembayung senja silhuet cinta
matahari bertanya
benarkah dalam kenangan ada segala
bahkan saat jiwa dalam gaib penjara

namanya perempuan
senja mulai sembunyikan bayangnya
semakin hitam menyatu tanah merdeka
semakin gelap diam-diam meditasi cinta
akhirnya mentari bersarang di dada
2006




DOA I
doa mengabut asap
mengapung dalam udara serat
mencari nuansa sentuhNYA
di tikungan waktu
sirna belati pun batu

doa melubuk hening
memasir di dasar Sungai Hidup
meresap renung hakikat
di ruang tembus pandang
sirna pedang pun guncang

sempurna malam
sempurna angina
sempurna bisik syahdu batin
2006


DOA II
doa menyusup senyap fajar
sebelum bangun suara adzan
sebelum dentang layar kaca
sebelum angina timur menyapa beburung
sebelum bangkit jiwa murka amuk masa
doa berdenyut sendiri
doa berdesir menari

tak gapura yang poranda
tak wajah lukisan darah
tak raga hilang bilang
sepi menyapa sepi
jauh dari patung tani
jauh dari pendar mercury
tiba-tiba hadir Engkau menyapa diri

Engkau ada, aku ada
sempurna dalam doa yang bunga

2006








CATATAN JAM DI ANTARA HUJAN
sebusur abad
seruas abad
tak lagi belenggu melekat
alihnya musim itu
selalu berupa nyanyian waktu
dalam nada-nada berat
garpu tala mengetuk lambat
pada sendi-sendi berkarat
o, detik-detik yang jimat
2006

CATAN YANG TERTINGGAL
menghitung langkah ke langkah
memasuki ruang dan waktu
menata jejak ke jejak
menjadi peta perjalanan umur
tak peduli jaman lebar api
langit tebar hujan belati

ada bunga-bunga kecil
di beranda kehidupan
mekar wangi pagi senja
petik harumnya simpan dalam kalbu
jadi pengantar kidung persembahan
setiap purnama lingkar sempurna
2006

CATATAN AGUSTUS
pesona ruh dua warna itu
mendepak dan menendang
menggeliat dan menerjang
bicara makna kehadirannya
Kemerdekaan!
tapi para Sengkuni merajalela
tapi para durna makin temaha
aku cemas aku gemas

bapa, kusaksikan begitu lama
bapa, kutunggu perubahan nyata

Yudistira, benihkan kejujuran di tanah ini
Bima, kukuhkan ketegaran jiwa bangsa ini
Harjuna, ruhkan kesaktian juang anak negeri
Nakula Sahadewa, berikan makna budi yang lupa diri
Kemerdekaan itu, pesona itu
bersihkan dari limbah hitam dalam jiwa
bebaskan dari udara jelaga purba
lusa manakala angka berubah makna
yang sat jadi sapta
religi buana dalam sabda
menyusur lorong bencana
bingkai tetarian dosa
langkahku zikir purba
kala-kala sumingkira!
Bogor, 2006


LEPAS SUBUH DI BUMI RAJA II
saat jiwa tergetar menatap gunung wingit
sementara doa tak henti sentuh langit
laut menghardik
bumi terbadik
rumah kuna luluh kumuh
sisakan serpih tak lebih
fajar kehilangan cahaya timur
mengiring raib nasib dan umur
satwa kehilangan nuansa
dusun dan kata kehilangan tanda
manusia kehilangan daya
yang sisa tumpukan luka

seseorang menangis di bawah gapura
keluh dipatri di cakrawala
doa mengeram di dada
memanggili nama sang raja
mencari kaki pelangi di langit kata
pelangi tiada-terhela getar gempa
seseorang melompat:
kita belum sekarat
dunia belum kiamat
zikirkan ha na ca ra ka

Teratak Gondosuli, Juni 06



LEPAS SUBUH DI BUMI RAJA II
wajah-wajah pias masih termangu
sisa subuh warna abu
prahara kota prahara jiwa
luka tanah luka manah*)
mimpi perubahan yang tercacah
seorang lelaki tua terpukur di ujung desa
coba memeras air mata
sisa diri masihkah makna
denyut nadi denyut langit tak sahuti
masih terdengar bisiknya santun
hati-hati dalam runtun
adakah andika**)
yang selancar di lempengan Australia
adakah andika
sedang punya hajad raya
adakah andika
tak menerimaku yang terlalu tua
menugasiku bersaksi pada dunia
lelaki tua
menugasiku bersaksi pada dunia
lelaki tua terguguk
bumi raja benteng lapuk
hanya angka yang bertumpuk
pesan gaib jelang magrib:
kuat iman usah ngamuk!
Teratak Gondosuli, Juni 06

Catatan:
manah*) = hati andika **) = = Ratu Kidul


YOGYA SEBUAH PERTANDA
dalam bayang karakter nawa
telah terbaca satu pertanda
raibnya sebuah tiara purba
raibnya nyawa-nyawa
syairmu teronggok di sisas reruntuhan rumah tua
lepas fajar di yogya
mencari lembar sejarahmu
untaian merjan bumi mataram
kidungmu kidung sarira hayu
mantramu sastra binedhakti
caraka balik lumat batu akik
o, wong sidik

simak angka-angka biarkan bicara
bulan mei hari kedua puluh tujuh
di tikungan jaman penuh ontran-ontran
tangan gaib gusti pangeran
menepuk bumi kesayangan
saat jiwa rindu kehadiran
sang danyang gaib pulau jawa
sabda palon menagih janji
bukan dosa bunda pertiwi
jika teraju emasku: seonggok kayu
jika taman sariku: abu
jika rumah tuaku: serpih sembilu

Teratak Gondosuli, Juni 06


DOA DALAM UPACARA
dia ratunya wanodya
berhati bunga melati
semangat jiwa ksatria
menembus ruang dan waktu
abad hadir abad bergulir
kisahnya terus mengalir
di kota tua tertatah terukir

di bumi wangi
kusatukan segala doa
membasuh luka sejarahnya
wanodya sekar buana

Gusti Maha Ning Gusti
berkahi cahayanya abadi
Jepara tak pernah suwung
Jepara jadilah sumur agung
di Arasy-Mu jiwa temiyung
bagi Sang Ratu segala kidung
dalam tebar bunga tanjung

Jepara, 2006






SENJA DI BATU GILANG I
jadi titah
yang diberkahi
hidup di alam dunia
jiwa indah
rawatlah senantiasa

jadi titah
yang dipesan
elok selalu memahami
tenang tabah
jujur setia sabar hati

gusti hanya Gusti
yang harus engkau pepuji
pesan Andika di angin senja
mengusap batu gilang
diri terkesima

Jepara, 2006




Senja di Batu Gilang II

ingat wahai
manusia elok
harus yang lugu
jangan lompat
langkahnya agar tak keliru

sadar wahai
hanya Gusti Sang Pemberi
Berkah Rahmat
jangan lupa disyukuri
syukur puncak hati nurani

gusti hanya Gusti
penerangmu dalam hati
pesan Andika meresap jiwa
batu gilang bercahaya
diri terpana

Jepara, 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar